Taksi Listrik Green SM Resmi Beroperasi di Stasiun Whoosh Halim

JAKARTA, OTOMOTIFXTRA.COM -- Kehadiran Kereta Cepat Indonesia–China (KCIC) Whoosh telah membawa perubahan signifikan dalam pola perjalanan Jakarta–Bandung.

Waktu tempuh yang lebih singkat, perjalanan senyap, serta penggunaan energi listrik menjadikan kereta cepat sebagai simbol transportasi modern dan berkelanjutan.

Namun, efisiensi tersebut kerap tereduksi ketika penumpang memasuki tahap akhir perjalanan di kawasan perkotaan.

Misalnya setelah keluar dari stasiun. Kemacetan, kebisingan, dan emisi kendaraan bermotor kembali menjadi tantangan.

BACA JUGA:Rayakan Hari Ibu, GAC Tegaskan Komitmen Hadirkan Mobil Listrik Ramah Keluarga Indonesia

BACA JUGA:Chery Indonesia Salurkan Bantuan Tanggap Bencana di Kota Medan

Situasi ini menyoroti persoalan klasik mobilitas perkotaan, khususnya pada segmen first-mile dan last-mile, yang hingga kini masih sangat bergantung pada kendaraan berbahan bakar fosil.

Data inventarisasi emisi Jakarta menunjukkan bahwa sektor transportasi menyumbang sekitar 46 persen dari total emisi kota.

Kendaraan jalan raya menjadi kontributor terbesar, terutama di kawasan dengan kepadatan tinggi seperti area stasiun dan pusat aktivitas ekonomi.

Bahkan, studi mencatat transportasi jalan raya bertanggung jawab atas sekitar 67 persen polusi PM2.5 dan 84 persen emisi black carbon di Jakarta, dua polutan utama yang berdampak langsung pada kualitas udara dan kesehatan masyarakat.

BACA JUGA:Mandalika Experience 2025, Cara Seru Isi Libur Natal dan Tahun Baru di Sirkuit Mandalika

BACA JUGA:JETOUR T2 Pertegas Identitas SUV Tangguh Berteknologi Cerdas

Peningkatan konektivitas kereta cepat turut mendorong frekuensi perjalanan jarak pendek, baik untuk urusan bisnis, liburan singkat, maupun perjalanan akhir pekan.

Namun ketika perjalanan lanjutan masih mengandalkan kendaraan konvensional di tengah kemacetan, manfaat lingkungan dari transportasi listrik antarkota belum sepenuhnya optimal.